suara anak untuk indonesia

Masyarakat sudah tak asing lagi dengan masalah pernikahan dibawah umur atau lebih sering dikenal dengan perkawinan anak, zaman sekarang itu sudah hal yang lumrah untuk dibicarakan meski terdengar sedikit sensitive. 
Tiap tahunnya pernikahan dini terus bertambah tanpa henti. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 6 mengatur batas minimal usia untuk menikah, di mana pernikahan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Akan tetapi dari sisi medis dan psikologis, usia tersebut masih terbilang dini untuk menghadapi masalah pada pernikahan. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa pernikahan dini di usia remaja lebih berisiko untuk berujung pada perceraian, dan pada umumnya bisa mengalami gangguan mental. 
Ada beberapa penyebab yang menjadi pemicu pernikahan dini di Indonesia, seperti hamil diluar nikah, dan menurut beberapa orang tua dengan menikahkan anak mereka otomatis tanggung jawab terhadap anaknya akan berpindah ke suaminya, selain itu faktor tradisi juga sangat mempengaruhi. 
Umunya permasalahan ini bisa ditangani dengan memberikan sex edukasi kepada masyarakat lewat sosialisasi, pembelajaran di sekolah, dan lewat social media. Dengan memberikan edukasi sejak dini dapat memberikan pengertian tentang apa saja dampak dari pernikahan dini, sekaligus dapat mencegah perceraian, pengangguran, dan pembunuhan.
Zaman sekarang semua hal bisa menjadi lebih mudah untuk didapatkan terutama adalah informasi. Informasi-informasi yang diperoleh juga bisa berupa hal yang berbau negative ataupun positif, kembali lagi ke masyarakatnya. Ini bisa di jadikan sebagai media kita untuk  mencegah pernikahan dini.
Jika ditinjau secara luas salah satu Negara yang masih sampe saat ini menjadikan pernikahan dini sebagai sebuah tradisi turun menurun yang harus dilakukan, adalah suku kutch di daerah Gujarat di bagian india, sebenarnya pemerintah sudah melarang mereka untuk melakukan pernikahan dini. 
Berdasarkan pada undang-undang di india yang memperbolehkan pernikahan jika umur perempuan sudah mencapai 18 tahun dan pria sudah mencapai umur 21 tahun, namun komunitas di Gujarat ini tidak ambil pusing dengan peraturan tersebut dan terus menjalankan tradisi mereka.
Salah contoh kecil lainnya adalah di Negara kita sendiri, baru baru ini indramayu kembali digemparkan dengan kematian seorang anak perempuan yang berumur 15 tahun sebab penganiyayaan oleh suaminya sendiri, usut punya usut mereka adalah korban perkawinan di bawah umur. Singkat cerita sang anak perempuan baru-baru saja melahirkan dengan Caesar, satu bulan setelahnya anak dari perempuan itu meninggal dunia, namun sejak dua tahun setelah pernikahan itu perempuan tersebut mengalami kekerasan rumah tangga tetapi belum diketahui penyebab KDRT itu sendiri.
Dari beberapa contoh tadi kita bisa melihat dengan jelas bahwa dampak dari pernikahan dini sangatlah berbahaya mulai dari kekerasan rumah tangga, gangguan mental, pendidikan yang terputus, hilangnya masa anak-anak, dan yang paling parahnya lagi dapat merenggut nyawa seseorang.
Jadi kita harus memutuskan rantai pernikahan anak sejak sekarang, dan kalau bukan kita lalu siapa lagi, jangan karena keegoisan semata dapat mengahancurkan kehidupan kita sendiri, sekarang atau nantinya. masalah ini memang terdengar sedikit sensitive namun jika tidak ditangani maka akan memberi dampak yang besar dan menyebabkan kriminalisasi. Selain usaha masyarakat juga harus berbarengan dengan pemerintah yang juga harus lebih tegas lagi tentang aturan yang ada dan lebih banyak memberikan penyuluhan terkait masalah ini.